Foto: TPN
Jakarta, CNBC Indonesia – Ketimpangan pelayanan kesehatan menjadi salah satu pekerjaan berat Indonesia. Ketimpangan tersebut bisa berdampak besar terhadap kualitas kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM), hingga produktivitas tenaga kerja.
Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, banyak dari masyarakat Indonesia yang justru tidak bisa mendapatkan hak tersebut karena keterbatasan tenaga kesehatan (nakes), keterbatasan obat, hingga fasilitas kesehatan yang minim khususnya di desa.
Indikator untuk mengetahui seberapa bagus layanan kesehatan di sebuah negara juga bisa dilihat dari jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan.
https://datawrapper.dwcdn.net/9yKnf/1/
Sementara itu, salah satu indikator penentu yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan suatu penduduk antara lain angka kematian, angka kesakitan, dan angka harapan hidup. Semakin rendah angka kematian dan angka kesehatan, menunjukkan semakin baik derajat kesehatan penduduk di wilayah tersebut.
Fasilitas kesehatan Indonesia barat vs timur timpang
Jumlah fasilitas kesehatan ataupun tenaga kesehatan di Indonesia terus meningkat. Namun, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan negara lain.
https://datawrapper.dwcdn.net/zBbfc/1/
Terpantau rasio dokter terhadap 1.000 penduduk di negara maju relatif cukup besar yang tercermin pada negara Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, Norwegia, dan Singapura.
Berbeda halnya dengan rasio tenaga kesehatan di Indonesia yang sangat kecil baik dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, hingga bidan baik di kota maupun desa masih jauh lebih kecil dibandingkan negara maju.
Rasio dokter gigi per 5.000 penduduk berada di angka 0,67 sementara rasio perawat terhadap 1.000 penduduk berada di angka 2,43. Namun untuk nakes yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) memiliki rasio yang lebih kecil yakni hanya 0,42 dokter gigi terhadap 5.000 penduduk dan rasio perawat hanya 1,83 terhadap 1.000 penduduk.
https://datawrapper.dwcdn.net/v93Yw/3/
Jika dikalkulasikan per November 2023, secara total nakes baik dokter, perawat, bidan, hingga kesling yakni hanya 1.630.783 atau sekitar 6,1% dari total penduduk Indonesia yang mencapai kisaran 275 juta jiwa.
Hal ini semakin diperparah mengingat sebaran nakes secara umum lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan di desa. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan kota-kota dengan jumlah nakes non-ASN bekerja paling banyak yakni di Kota Jakarta Selatan, Surabaya, Bandung, Medan, dan Bekasi.
https://datawrapper.dwcdn.net/1DKZ5/1/
Sementara kota/kabupaten lainnya yang jauh dari Jabodetabek sangatlah sedikit nakes yang ada. Apalagi untuk kota/kabupaten wilayah timur, seperti Flores, Alor, Nias, hingga Sumbawa.
Sebagai perbandingan, bisa dilihat dari sebaran 9 nakes prioritas (tenaga dokter, dokter gigi, tenaga kefarmasian, perawat, bidan, nutrisionis, sanitarian, promosi kesehatan, dan Ahli Teknik Laboratorium Medis antara Jakarta dan kabupaten di luar Jawa.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sebaran jumlah 9 nakes kesehatan prioritas non-ASN tertinggi ada di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Jumlah nakes di kota tersebut mencapai 15.273 atau 3,48% bobot populasi.
Bandingkan dengan jumlah 9 nakes di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hanya 177 atau 0,04% bobot populasi. Jumlah nakes di Kabupaten Jayapura juga hanya mencapai 132 atau 0,03% bobot populasi.
Jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia bagian barat dan timur sangat timpang.
Jumlah rumah sakit umum di DKI Jakarta tercatat 141 buah dan di Jawa Barat mencapai 309. Sementara itu, jumlah rumah sakit umum di Papua mencapai 46 buah dan di Maluku Utara 20 buah.
https://datawrapper.dwcdn.net/R1iCr/1/
Angka kematian ibu melahirkan dan bayi di wilayah RI sangat timpang di Indonesia
Terbatasnya fasilitas kesehatan berdampak besar terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka kematian ibu melahirkan.
AKB atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah banyaknya kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0-11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan alam rentang 50 tahun (periode 1971-2022), penurunan AKB di Indonesia hampir 90%. AKB menurun signifikan dari 26 kematian per 1.000 kelahiran hidup dari hasil Sensus Penduduk 2010 menjadi 16,85 kematian per 1.000 kelahiran hidup dari hasil Long Form SP2020.
AKB berada di Provinsi Papua yaitu sebesar 38,17 kematian per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB terendah berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 10,38 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
https://datawrapper.dwcdn.net/9s1dE/8/
Kendati demikian, masih terdapat kesenjangan geografi yang terlihat dari tingginya angka kematian pada provinsi Indonesia bagian timur. Selain itu, angka kematian lebih tinggi di pedesaan serta pada penduduk miskin (UNICEF 2020).
Oleh karena itu, diperlukan pemerataan akses terhadap infrastruktur kesehatan, termasuk layanan kesehatan dasar, meningkatkan jangkauan imunisasi serta meningkatkan pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk menurunkan angka kematian. Angka kematian ibu melahirkan juga masih timpang antara wilayah Indonesia barat dan timur.
Hasil Long Form SP2020 menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia sebesar 189 yang artinya terdapat 189 kematian perempuan pada saat hamil, saat melahirkan atau masa nifas per 100.000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu paling rendah berada di provinsi DKI Jakarta sebesar 48 kematian sementara yang paling tinggi berada di Provinsi Papua sebesar 565 kematian.
https://datawrapper.dwcdn.net/ffj2m/2/
Indikator angka kesakitan atau morbiditas menunjukkan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari.
Angka kesakitan tahun 2022 tercatat sebesar 13,36%, mengalami kenaikan 0,32 persen poin dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya angka kesakitan tersebut diakibatkan oleh naiknya angka kesakitan di daerah perdesaan. Angka kesakitan di perdesaan sebesar 15,66%, lebih tinggi dibandingkan angka kesakitan di perkotaan yang tercatat sebesar 11,65%.
https://datawrapper.dwcdn.net/iGVAg/1/
Gagasan Tiap Desa Memiliki Nakes-Faskes Ala Ganjar
Besarnya ketimpangan antara layanan kesehatan di wilayah Indonesia itulah yang membuat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud FD memiliki gagasan untuk meningkatkan fasilitas ataupun nakes di daerah.
Ganjar-Mahfud juga berjanji melakukan restrukturisasi manajemen tenaga kesehatan dan memastikan alokasi anggaran, serta meningkatkan pembangunan dan revitalisasi Puskesmas/Pusat Kesehatan Masyarakat (Pustu), terutama di wilayah 3T dan perbatasan.
Harapannya yakni akses puskesmas/pustu makin dekat dengan masyarakat terutama di wilayah 3T dan perbatasan, rasio dokter dan nakes mencapai ideal dengan kualitas pelayanan tinggi, memastikan anggaran kesehatan minimal 5% di luar gaji pegawai untuk perbanyak program inovatif terutama infrastruktur dan program promotif-preventif.
Langkah-langkah implementasi untuk mencapainya yakni dengan membangun 49.344 puskesmas kelas C/pustu desa yang akan dibangun sampai dengan 2029, percepatan penerapan telemedicine dan layanan Konsul Keliling, 100% ketersediaan dokter/nakes dan obat esensial di setiap desa, reorganisasi dan redistribusi tenaga kesehatan, serta pendidikan dokter dan nakes terjangkau dan kemandirian farmasi.
Tidak hanya sekadar misi dan program kerja, namun perhitungan perihal anggaran pun perlu dilakukan agar misi dan program tersebut dapat tercapai.
Foto: TPN Ganajr memberikan bantuan kesehatan di Merauke Papua |
Ganjar Ingin Tiap Desa Memiliki Nakes dan Faskes, Anggarannya Dari Mana?
CNBC Indonesia Research mencoba menghitung untuk pembangunan 49.344 puskesmas kelas C/pustu desa sampai dengan 2029 (biaya pembangunan Rp 8,5 miliar per pustu) maka dibutuhkan anggaran sebesar Rp 83,9 triliun (2,5% dari APBN 2024).
Lebih lanjut, dengan memperkirakan gaji Rp 7,5 juta untuk 74.006 dokter (seluruh puskesmas dan pustu saat ini yang tidak memiliki dokter serta seluruh pustu yang akan dibangun) diperkirakan mencapai Rp 6,6 triliun atau setara dengan 0,2% dari APBN 2024.
https://datawrapper.dwcdn.net/EU7vq/1/
Bila dibandingkan dengan anggaran kesehatan 2024 yang tercatat Rp 186,4 triliun maka anggaran gaji untuk dokter di seluruh Indonesia setara 3,54% dari anggaran kesehatan 2024.
Sebagai catatan, anggaran kesehatan sudah melonjak drastis Rp 92,17 triliun pada 2017 menjadi Rp 255,39 triliun.
Realisasi anggaran kesehatan dalam lima tahun terakhir mencapai Rp 966,38 triliun. Sementara itu, jika melihat perhitungan pembangunan 49.344 puskesmas kelas C/pustu desa sampai dengan 2029 hanya Rp 83,9 triliun. Artinya, pembangunan puskesmas hingga 2029 hanya memakan 8,7% anggaran kesehatan.
https://datawrapper.dwcdn.net/WCxDp/2/
Jejak Ganjar di Jawa Tengah di Sektor Kesehatan
Keinginan Ganjar untuk meningkatkan faskes dan nakes didasari pengalaman di Jawa Tengah. Ganjar saat menjadi Gubernur Jawa Tengah telah mengucurkan dana bantuan keuangan Puskesmas sebesar Rp161,08 miliar pada 2013-2020. Selain itu, Ganjar juga telah membangun 71 puskesmas saat menjadi gubernur.
Ganjar juga menegaskkan http://juswortele.com jika layanan puskesmas diharuskan menjangkau wong cilik.
Selain pembangunan puskesmas, Ganjar juga melahirkan program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5 NG). Program tersebut menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sekitar 14% per tahun sejak diluncurkan pada 2016 silam.
Keberhasilan Jawa Tengah menangani kematian ibu melahirkan bahkan menjadi pilot project atau proyek percontohan oleh United Nations Population Fund (UNFPA).